Posted on

Day 15: Flatten The Drink Boxes

Pipihkan Kotak Minuman

Hampir semua pernah meminum dalam kemasan kotak. Gampang dan mudah baik ukuran personal ataupun ukuran keluarga. Namun bagaimana dengan cara membuangnya?

PureHeart mengajak kita kembali untuk membuang kotak minuman dengan memipihkannya terlebih dahulu. Dengan demikian maka volume sampah akan jauh berkurang. Buanglah dalam tong sampah kertas sehingga dapat didaur ulang.

Dan jika memungkinkan, mari kita juga kurangi konsumsi minuman kemasan kotak dengan menggunakan tumbler. Karena umumnya minuman kemasan kotak menambahkan sedotan yang juga sulit untuk di daur ulang.

Flatten the Drink Box

Almost all of them have drink in a drink box. It is easy and available both personal size and family size. But what about throwing it away?

PureHeart, once again, invites us to throw away the drink box by flattening it first. Then the volume of waste will be greatly reduced. Dispose in paper trash cans so they can be recycled.

And if possible, let’s also reduce the consumption of box packaging drinks using a tumbler. Because the drink boxes also contain the straws that are also difficult to recycle.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 14: Crunch The Plastic Bottle

Kremes Botol Minuman Plastik

Minuman dalam botol adalah hal yang lumrah saat ini. Penjualnya tersebar di mana-mana dan dapat diperoleh dengan mudah. Sayangnya, membuang sampah botol menjadi masalah baru. Botol plastik tersebut umumnya dibuang dalam keadaan kosong atau setengah terisi dengan volume yang sama seperti pada saat awal. Akibatnya volume sampah menjadi besar.

PureHeart mengajak kita semua untuk melakukan kremesan botol minuman plastik sebelum membuangnya ke tong sampah. Caranya sangat mudah, dengan menggulung botol plastik seperti menggulung pasta gigi yang sudah hampir habis. Dengan demikian volume sampah akan berkurang dan distribusi sampah menjadi lebih mudah. Buanglah dalam tong sampah khusus plastik sehingga dapat didaur ulang.

Dan jika memungkinkan, mari kita juga kurangi konsumsi botol plastik dengan menggunakan tumbler.

Crunch The Plastic Bottle

Bottled drinks are common today. The seller is everywhere and can be easily obtained. Unfortunately, throwing bottle trash is a new problem. Plastic bottles are generally disposed of in empty or half filled with the same volume as at the beginning. As a result the volume of garbage becomes extremely large.

PureHeart invites us all to crunch plastic drink bottles before throwing them into the trash can. The method is very easy, by rolling a plastic bottle like rolling a almost empty toothpaste. Thus the volume of waste will be reduced and garbage distribution will be easier. Dispose them in a plastic trash can so it can be recycled.

And if possible, let’s also reduce the consumption of plastic bottles by using a tumbler.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 13: NO Plastic Cup (NO #3)

Stop Minum Minuman Kemasan Gelas (TIDAK #3)

Kebanyakan gelas plastik tidak dapat terurai, oleh karena itu membuangnya mencemari lingkungan, tanah dan air. Ini merusak kualitas tanah dengan mencegah penyerapan air dan mineral yang tepat, dan tidak dapat terurai oleh mikroorganisme.

Ini juga sangat berbahaya bagi hewan darat dan air, karena bahan asing ini bertahan di habitat alami mereka dan menempatkan mereka dalam risiko melalui konsumsi, mati lemas, dll.

Beberapa metode lain yang digunakan untuk pembuangan plastik seperti pembakaran melepaskan asap berbahaya dan gas beracun seperti karbon monoksida ke dalam lingkungan. Bahkan daur ulang plastik memakan banyak sekali energi.

Opsi yang paling layak adalah tidak minum minuman kemasan gelas sama sekali.

No Plastic Cup (NO #3)

Most plastic cups are not biodegradable, thus dumping them pollutes the environment – land and water. It destroys the quality of soil by preventing proper absorption of water and minerals, and cannot be decomposed by microorganisms.

It’s also very harmful for both terrestrial and aquatic animals, since these foreign materials persist in their natural habitat and put them at risk through ingestion, suffocation etc.

Several other methods used for plastic disposal like incineration release harmful fumes and toxic gases like carbon monoxide into the environment. Even the recycling of plastics consumes enormous amounts of energy.

The most viable option would to be not to use plastic cup at all.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 12: NO Plastic Foodware

Stop Penggunaan Sendok-Garpu Plastik (TIDAK #2)

Sering order go-food, grab-food atau jenis delivery lainnya? Biasanya mereka menyediakan sendok/garpu plastik di setiap bungkusannya. Dipakai atau tidak dipakai itu sudah menjadi sampah bagi dunia.

Oleh karena itu, mari kita mulai dengan:

  • meminta untuk tidak menyertakan sendok/garpu plastik dalam setiap pesanan
  • membawa sendok/garpu masing-masing yang lebih bagus dan tahan lama
  • menyimpan sendok/garpu plastik yang tidak dipakai, bukan membuangnya
  • mencuci sendok/garpu plastik yang terpakai, bukan membuangnya

Hal sederhana ini, dapat mengurangi sampah plastik secara signifikan.

No Plastic Foodware (NO #2)

How often do you order go-food, grab-food or other food delivery services? Usually they provide plastic foodware in each package. Used or not used those has become a waste for the world.

Therefore, let’s start with:

  • request not to include plastic foodware in each order
  • bring your own foodware for better and comfortable experience
  • store a plastic foodware that is not used, not throw it away
  • wash the used plastic foodware, not throw it away

This simple thing can significantly reduce plastic waste.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 11: NO Straw

Stop Penggunaan Sedotan (TIDAK #1)

Setiap tahun, sekitar sepertiga biota laut termasuk terumbu karang, dan bahkan burung laut, mati karena sampah plastik. Sampah itu termasuk sedotan plastik sekali pakai yang dibuang di lautan.

Ini tentu sangat mengkhawatirkan karena terumbu karang berperan besar melindungi pantai dari erosi, banjir pantai. Selain itu juga mengakibatkan kerusakan lain selain yang diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu karang juga merupakan tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar bagi berbagai biota laut.

Ditambahkan, sekitar 70 persen sampah plastik di Indonesia dapat dan telah didaur ulang oleh para pelaku daur ulang. Tetapi tidak berlaku untuk sedotan karena nilainya rendah dan sulit didaur ulang. Maka tidak ada pelaku daur ulang yang bersedia mengambil sedotan.

Tidak perlu basa basi, stop menggunakan sedotan sekarang!

No Straw (NO #1)

Every year, about one third of marine biota including coral reefs, and even seabirds, die from plastic waste. The garbage includes disposable plastic straws which are disposed of in the ocean.

This is certainly very worrying because coral reefs play a major role in protecting the coast from erosion, coastal flooding. Besides that it also causes other damage besides those caused by the phenomenon of sea water. Coral reefs are also a place to look for food, nurturing and growing for various marine biota.

In addition, about 70 percent of plastic waste in Indonesia can and has been recycled by recycling agents. But it does not apply to straws because they are low in value and difficult to recycle. Then no recycling agent is willing to take a straw.

Stop using straws now!

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Sumber:
https://bisnis.tempo.co/read/1142734/ini-alasan-ada-gerakan-bersama-untuk-tinggalkan-sedotan-plastik

Posted on

Day 10: Provide the Leftover Tray

Provide the Leftover Tray

Sediakan Tempat Untuk Sisa Makanan Layak Makan

Cerita nasi kotak belum selesai. Tidak ada satu jamuan makan yang menjamin makanan yang disajikan dalam nasi kotak akan dihabiskan tamunya. Ada makanan-makanan tertentu yang tidak disukai dan umumnyan akan ditinggalkan begitu saja. Padahal makanan tersebut masih layak makan dan dapat diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.

Penjamu seharusnya menyediakan kotak makanan untuk menampung makanan yang tidak dimakan namun layak makan untuk dipisahkan terlebih dahulu oleh tamu tersebut. Hal ini selain menjamin kebersihan dan higienis dari makanan tersebut, makanan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang membutuhkan.

Jika di tantangan sebelumnya penjamu diajak untuk menyediakan tiga tong sampah, maka ditantangan kali ini adalah menyediakan kotak sisa makanan. Tamu diajak untuk melihat dulu makanan yang disajikan, dan jika ada yang tidak berkenan bisa dipisahkan dalam kotak tersebut, bukan di buang bersama-sama dengan sampah lainnya. Membuang makanan layak makan bukan budaya Indonesia.

Provide the Leftover Tray

The Lunch box story has not finished yet. There is no one meal service that guarantees that the food served in the lunch box will be all eaten by the guests. There are certain foods that are not liked and generally will be wasted. We are aware, that these foods are still worth eating and can be given to other people in need.

The host should provide the leftover trays to accommodate food that is not eaten but is worth eating to be separated by the guest first. In addition to ensuring the cleanliness and hygiene of these foods, these foods can be distributed to those in need.

If in the previous challenge the host was challenged to provide three trash cans, then the challenge this time is to provide leftover food trays. Guests are invited to preview the food served, and if there are any that are not liked, they can be separated in the box, not tossed together with other wastage. Throwing out food that is worth eating is not Indonesian culture.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 09: Disassemble the Lunch Box

Disassemble the Lunch Box

Balada Nasi Kotak

Jamuan nasi kotak selalu disajikan dalam keadaan rapi tersusun bertumpuk-tumpuk. Nasi kotak diterima dalam keadaan bagus. Makanan tersaji dengan susunan yang menggoda. Kita bisa memilih mau makan bagian mana dulu hingga akhirnya ludes dan perut kenyang dengan senyuman mengembang.

Namun apa yang terjadi setelahnya? Ternyata kita membuangnya dalam keadaan sama seperti kita menerimanya. Bedanya isinya sudah kosong dan lebih ringan. Sayangnya tidak ada tempat untuk menampung kotak makanan tersebut, dan akibatnya selalu penuh, tercampur kertas karton kotaknya, sendok plastik, penampan plastiknya, tisu, termasuk sisa makanan.

Tantangan kali ini sedikit ekstrim, karena jarang sekali dilakukan oleh khayalak umum. Yaitu, membongkar kotak makanan. Penjamu seharusnya menyediakan 3 tong sampah, yaitu, tong sampah kertas, tong sampah plastik dan tong sampah sisa makanan. Seharusnya kita dapat menggunakan sedikit dari energi yang dihasilkan dari makanan yang sudah dimakan untuk membongkar kotak makanan dan membuang ditempat yang sudah disediakan. Kelemahan proses ini adalah waktu buang sampah akan menjadi lama.

Sebagai generasi kreatif yang selalu berpikir kritis, coba bantu PureHeart bagaimana cara membuang sampah kotak makanan yang cepat dan praktis.

A story of Lunch Box

The Lunch boxes are always served in neatly arranged piles. We receieve the lunch boxes in good condition. Food is served in a tempting arrangement. We can choose to eat which food first until we finally finish and the stomach is full with a beautiful smile.

But what happens after that? It turns out we throw it in the same state as we received it. The difference is the contents are empty and lighter. Unfortunately, there is no place to hold the food box, and as a result the bin is always full, mixed with box carton, plastic spoon, plastic tray, tissue, including leftovers.

The challenge this time is a bit extreme, because it is rarely done by us. It is disassemble the food box. The host should provide 3 trash cans, which are paper trash cans, plastic trash cans and leftover food trash cans. We should be able to use a little of the energy produced from food that has been eaten to disassemble the food box and dispose of it in the space provided. The issue of this process is that the time to dispose of garbage will be long.

As a creative generation that always thinks critically, please help PureHeart how to throw of lunch boxes that are fast and practical.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 08: No Tips

No Tips

Memberikan tips memang bukan hal baru. Ini hanyalah berdasarkan keikhlasan masing-masing. PureHeart mengkampanyekan untuk tidak memberikan tips setelah makan karena 2 alasan utama.

Pemilik Restoran dan kafe wajib memberikan gaji yang layak kepada karyawannya sehingga mereka dapat bekerja dengan semangat dan sesuai standar yang dibakukan. Hal ini menjaga kualitas dari produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan apa yang telah dijanjikan bukan karena ada iming-iming tertentu.

Sebaiknya, keinginan untuk memberikan tips disalurkan kepada masyarakat yang tidak mampu. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini, kita dapat melakukan perhitungan “tips” secara otomatis sesuai dengan konsumsi pangan kita, dan dapat langsung disalurkan kepada lembaga-lembaga yang fokus pada pelayanan kepada masyarakat yang tidak mampu. Inilah yang disebut sebagai “Sustainable Giving”, donasi yang berkelanjutan.

Kita dapat menjaga standar mutu pelayanan sekaligus dapat berdonasi kepada sanak-saudara yang lebih membutuhkan. Itulah. yang disebut “Generasi PureHeart”.

No Tips

Giving tips is common. This is only based on each sincerity. PureHeart campaigns not to give tips after eating for two main reasons.

Restaurant and cafe owners are required to provide decent salaries to their employees so that they can work with enthusiasm and according to standardized standards. This maintains the quality of the products and services produced in accordance with what has been promised not because there is a certain lure. This is the definition of “Sustainable Giving”.

It is better if you want to give tips to those who cannot afford it. With today’s technological developments, we can calculate “tips” automatically in accordance with our food consumption, and can be channeled directly to institutions that focus on service to the poor.

We can maintain service quality standards while also being able to donate to relatives who are more in need. That is “PureHeart Generation””.

More information:
Smart Foodie, Food Karma: https://pureheart.ledgernow.com/smart-foodie-food-karma/
Sustainable Giving: https://pureheart.ledgernow.com/sustainable-giving/

Posted on

Day 07: Stack the Plates

Tumpuk Piring Kotor

Indonesia kaya sekali dengan beragam jenis makanan dan kemeriahan itu ditunjukkan dengan penyajian makanan dan minuman yang berlimpah. Setiap jamuan makan, banyak sekali piring-piring, sendok-garpu yang digunakan dan itu menunjukkan keragaman dari masakan Indonesia.

Tantangan kali ini adalah, menumpuk piring kotor sesuai ukurannya jika telah selesai digunakan, memisahkan sampah sisa makanan di satu tempat dan membuang sampah non-makanan ke tong sampah yang disediakan. Hal ini juga adalah sebagai wujud rasa terima kasih kepada pelayan restoran dan memudahkan mereka dalam mengambil piring-piring dan sendok-garpu setelah digunakan.

Mari kita mencoba dari hal-hal yang kecil dulu, sehingga menjadi identitas Bangsa Indonesia yang bermartabat.

Stack The Plates

Indonesia has very rich various types of food and that excitement is indicated by the presentation of fantastic food and drinks. Every meal, lots of dishes, spoons are used and it shows the diversity of Indonesian cuisine.

The challenge this time is to stack dirty dishes according to their size if they have been used, separating leftover food waste in one place and disposing of non-food waste into the garbage can provided. This is also a form of gratitude to the restaurant waiter and makes it easier for them to take the plates and spoons after using them.

Let’s try from small things first, so that it becomes a dignified identity of the Indonesian Nation.

Posted on

Day 06: Tidy Up Your Seat

Rapikan Kursi Setelah Makan

Generasi Millenial adalah generasi yang serba praktis dan serba cepat dan tentunya mengharapkan pelayanan yang serba cepat pula. Namun dalam hal kerapian dan kebersihan, generasi millenial di Indonesia masih sangat tertinggal. Kita tidak sadar bahwa meja dan kursi yagn kita gunakan akan digunakan oleh orang lain nantinya. Sehingga harus selalu ada tim khusus untuk merapikan kursi dan meja setelah digunakan.

Tantangan kali ini cukup mudah, yaitu rapikan kursi setelah selesai digunakan. Bersihkan meja dari sampah-sampah non-organik sehingga memudahkan pelayan restoran dalam membersihakannya. Selain menghemat waktu namun juga sebagai rasa tanggung jawab dan terima kasih kepada mereka. Apresiasi tidak harus dengan materi, melainkan bisa dengan perbuatan.

Tidy Up Your Seat

Millennials are a generation that is all practical and fast-paced and certainly expects fast service. But in terms of neatness and cleanliness, the millennial generation in Indonesia is still lagging behind. We are not aware that the tables and chairs that we use will be used by others later. So there must always be a special team to tidy up the chairs and tables after use.

The challenge this time is quite easy, which is to trim the seats after they are used. Clean the table from non-organic rubbish so that it makes it easy for the waiter to clean it. Besides saving time but also as a sense of responsibility and thanks to them. Appreciation does not have to be with material, but can be done by actions.